, , , ,

Mencumbu Rindu Dalan Susu



ENTAH mengapa warung itu bernama The Dalan Susu. Mungkin ia hanya berjualan produk susu
segar atau mungkin susu kaleng dan sachet? Atau karena pegawai di warung ini menawarkan pemandangan agak saru-saru berhubungan dengan susu? Anganku meracau...ngilu.

Aku sih hanya menuruti ajakan sobat dekatku, si Deta. Katanya berpromosi waktu itu, ada hal-hal menarik yang ditawarkan warung ini, tidak ada di tempat lain, salah satunya semua menu dimasukkan ke dalam kulas.

Mengangguk mengiyakan, kuikuti langkahnya memasuki The Dalan Susu. Kedatangan kami disambut gadis berambut panjang tergerai, kulitnya putih sepekat susu. Matanya berbinar memancarkan terang warna rasi bintang. Jika dipadukan, ada tiga warna benderang, dua dari matanya, satu lagi di keseluruhan wajahnya. Serupa summertriangle yang bisa kita jumpai di Milky Way, saat musim panas yang keindahannya memancarkan keangkuhan semesta komplit bersama trio Deneb, Vega dan Altair.

Dan sesaat ada getaran aneh menjalar ketika kutatap matanya, mirip ketika aku salah mencabut carger dari stop kontak yang membuat badan bergetar, tapi ini berujung di dada. Entah apa namanya. Aku tak berusaha mengingatnya.

Iapun tak banyak bicara. Panggilan dari pelanggan lain membuatnya pergi meninggalkanku yang terbengong. Terbelalak lebih tepatnya. Kecantikannya mempesonaku, seolah memukul tengkuk membuatku tersungkur. Sepertinya aku bakal rindu.

“Sudahlah, masih banyak waktu untuk menjumpainya. Sabar aja. Di siang bolong seperti ini, kurang baik berkenalan dengannya. Cukup tahu namanya saja,” Deta nyengir menghiburku. Sobatku ini tahu banget apa yang kugelisahkan. Semprul.

*

SUDAH sekian lama sejak pertemuan singkat itu, tak kudengar lagi kabarnya. Ingin kuminta nomer HPnya ke sobatku, tapi aku tertalu tinggi hati, malu. Hanya sesekali kuintip dia di linimasa. Ia selalu terlihat cantik, bahkan dalam remang sekalipun.

Tapi semakin dalam kuperhatikan, ia justru semakin cantik dalam gulita. Entah mengapa. Warna hitam, gelap malam dan gulita sekitar, seolah semakin memunculkan pesona kulitnya yang seputih susu. Ah apakah ini yang namanya cinta? Tapi mengapa aku tak berani menyapanya? Atau mencuri waktu menjumpainya?

Aku hanya berani memandangnya, itupun dari kejauhan. Ah, aku cemen. Aku lelaki yang terjebak dalam perasaan rindu, tapi tak berani mencumbu... Boro-boro, menemuimupun aku tak mampu.

*

TELAH kulupakan perkenalanku dengannya. Waktu menjawab semua, bahwa mungkin kami tak memiliki kesempatan untuk lebih jauh. Ya anggaplah kami tak berjodoh. Nasib...

Tapi eh siapa bilang? Pepatah yang mengatakan cinta tak mengenal ruang dan waktu, mampu meruntuhkan ego dan batas-batas norma, menjadi buktinya.

Suatu ketika tanpa sengaja dalam perjalanan di Dieng, aku harus terdampar di bukit yang tak terlalu tinggi. Di punggungnya, aku habiskan malam. Mendekati tengahnya, seolah ada yang memanggilku dari arah belakang. Suara itu memintaku mendongak ke langit, memperhatikannya lebih detil, lebih jeli dengan segenap rasa.

Kuputari pandang. Hanya gulita yang ada. Aku terkesiap. Gulita dan dia. Ya ya, kenapa kutak mencarinya dalam keremangan.

Secarik berkas cahaya menuntunku padanya. Tapi ia teramat jauh, tak mampu kujamah. Hanya dapat kutatap indahnya, lalu membingkainya dalam kenangan kekal di kamera yang selalu menemaniku kemanapun langkahku pergi.

*

PERTEMUAN kami berikutnya, bisa dikatakan cukup romantis. Di sisi kali, dihias dengan gemerisik air dan bebatuan sebagai properti, menambah syahdu suasana malam itu. Iya aku ingat, aku sengaja menjumpainya menjelang tengah malam, ketika gulita berada di puncaknya.

Aku berharap, pertemuan kami tak diganggu-ganggu lagi. Aku ingin mencumbunya, memeluknya dengan penuh cinta, membingkai rasa sayangnya dalam dekap manja. Aku kangen dia.

Dan semesta selalu mendukung niatan tulus. Kali Progo menjadi saksi pertemuan kami. Betapa bahagia yang membuncah, terus mengalir laksana energi sungai yang tak pernah habis mengucurkan air dari hulu. Kini telah kudekap erat bayangmu, kulit pekat susumu, kerjap indah matamu.

*

PERTEMUAN kami memang tak pernah lama, tapi cukup berbicara atas nama cinta. Begitu pula dalam perjalanan ke Tambi, kembali kucari dia. Sorot garang purnama, menuntun langkahku menuju tengah kebun teh, tempat dimana kami berjanji berjumpa. Kami ingin menghabiskan malam bersama. 

Namun purnama sepertinya curiga. Tak sekalipun ia melepas pandang, galak terasa. Kesempatan yang kudamba, tak pernah tercipta. Rembulan bahkan menjalin konspirasi busuk bersama mega untuk merusak hubunganku dengan dia. Mereka masuk sebagai pihak ketiga, mengacaukan jalinan rasa yang sedang kami bina.

Aku pasrah. Malam itu aku kalah. Namun tak apa, kami masih memiliki banyak malam untuk menjawab asmara yang membuncah.

*

DI sudut ruang, aku terpekur. Kupegang kunci menjumpaimu, kapanpun aku mau. Akan aku pastikan kembali menemuimu saat rindu menggebu dan semesta memberi restu.

ISO 3200
F 2,8
30 sec
16 mm
No flash, compulsory


Perjumpaan pertamaku di Dieng

Jumpa kedua di sisi Kali Progo

Tipis, malu...ia terlihat di tengah kebun teh Tambi


Share:

14 komentar:

  1. Hahaha, tiwas piyee gitu bacanya, belum sampai 'klimaks' udah tamat aja ceritanya. Kurang panjang ceritanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaah makasih komennya, suwun masukannya...tapi untuk sementara gitu dulu saja, yg nulis sudah mau muntah muntah je...mblenger nulisnya hahaha

      Hapus
  2. wahahaha, baru sempat kebaca, edyan yuk nanti kita menikmati dalan susu2 selanjutnya, yg sudah kurencanakan tinggal dicumbu nanti....hahahhaha

    BalasHapus
  3. Indah bangeeet. Kayak di film fil. gitu langitnya wowww

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada juga yang gagal broh...kalah sama purnama hehe

      Hapus
  4. kirain apaan lhoh :))
    ternyata lagi di dieng

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe iya di Dieng tapi agak ke bawah, deket Wonosobo tuh

      Hapus
  5. ternyata beneran ada itu bintang2 difoto, saya kira dlu temen saya foto disitu editan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada borh...alam semesta slalu menarik untuk di eksplor

      Hapus
  6. Bahasanya kurang mesra dan "nakal", mas... Hahahaha

    Saya belum pernah berhasil motret jalan susu.


    Salam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aihhh kurang nakal ya...ok next lebih nakal lagi hahaha

      Ayo coba, asyik owk

      Hapus