Pantaskah Mem-bully MU?



INI adalah hal yang sangat lucu, menggelikan namun berulang. Setiap kali MU mengalami kekalahan, bukan saja pendukung dari klub yang bisa mengalahkan MU, namun juga fans klub lain ikut mencibir.
Menari dan membully. Itulah tindakan mereka. Padahal, seingatku dan selalu kupegang teguh, jangan pernah sekalipun aku membully klub mereka saat mereka kalah. Itu prinsip yang kupegang.
Namun berbeda kejadiannya. MU kalah, dan cibiran bertebaran. Bully menggema seantero sosmed hingga grup selama berhari-hari. Entah apa yang menjadi motivasi…
Contoh malam ini MU dibantai habis oleh Celsi empat gol tanpa balas. Tidak hanya dari pendukung si biru, namun pendukung klub lain ikut bersuka cita, melontarkan kalimat bernada cibiran.
Sudah jelas ia bukan fans biru, ia merah bahkan, Merseyside. Dan jelas di pertandingan sehari sebelumnya, si merah sudah menang. Apalagi yang kau cibirkan? Tak ada alasan kan?
Atau juga ledekan dari pendukung penguasa liga Spayol yang bahkan MU tidak pernah dapat menang saat melawannya, baik dari sisi prestasi maupun trofi. MU kalah segala-gala. Final Champion 2009 di Roma dan 2011 di Wembley buktinya, bahwa MU tidak bisa lebih baik dari si merah biru. Dua kali final, kalah dari klub yang sama.
Padahal jika menang di tahun 2009, MU akan menjadi satu-satunya klub yang mampu menjuarai Piala Champion dua tahun berturut-turut setelah di final Roma setahun sebelumnya berhasil mengalahkan Celsi. Tapi mitos itu juara dua tahun berturut-turut, belum juga dapat terpecahkan.
Kurang apalagi jal?
Tapi inilah sisi menarik Manchester United. Kekalahannya selalu dinantikan banyak orang, tidak hanya oleh penggemarnya namun juga para haters.
Kekalahan dari Celsi mala mini, seolah langsung memupus kemenangan 4-1 atas Fenerbahce di Europa League, tiga hari sebelumnya. Bahkan nyaris tidak ada yang membully kemenangan yang diwarnai ‘pemberian’ gol kepada sang mantan pahlawan, Robin van Persie.
Kemana kalian saat MU menang? Dimana kalian saat MU kalah? Apa terlalu takut melihat kedigdayaan klub yang sudah merajai Liga Inggris sebanyak 20 kali ini? Jauh lebih banyak dibanding klub-klub lain?
Jika kalian fans klub Liga Inggris, semestinya kalian malu. Belum ada klub yang mampu menyamai prestasi MU di liga domestic. Tercatat hanya Liverpool yang mendekati catatan trofi MU di angka 18. Tapi lebih dari itu, si merah ini memiliki jumlah trofi Liga Champion paling banyak di Inggris, sejajar dengan koleksi AC Milan, lima biji.
Tapi kita baru saja bicara tentang Liga Inggris dimana MU, sekali lagi, dibantai empat gol. Aple to aple, kita bicara Liga Inggris ya, bukan format liga atau piala lainnya.
Jadi masih pantaskah MU dihina dina setelah kalah? Atau kalian hanya terlalu takut melihat MU juara dengan koleksi 21 trofi BPL?
Jangan lupa juga, si biru ini adalah klub yang baru saja tenar pasca dibeli miliuner Roman Abramovich. Sebelumnya, siapa yang mengenal Celsi, Tore Andre Flo, Ruud Gullit yang gagal atau juga Vialli? Sebelum itu, adakah yang ngefans klub London utara ini?
Tetangga yang berisik juga baru saja tenar namanya setelah Syeikh Mansour membeli dan menginveskan jutaan dolar untuk membeli pemain. Sebelumnya, adakah yang mengidolakan klub ini?
Jawabannya tentu saja ada, pasti ada. Namun hanya segelintir terutama mereka yang mengenal sejarah.
Begitu pula sejarah Liga Inggris yang nyaris selama 3 dasawarsa hanya didominasi oleh MU, Liverpool, Arsenal dan sesekali klub lain seperti Spurs atau bahkan Leeds United dan juga Blackburn Rovers yang sempat menembus Liga Champion di tahun 90-an.
Memang setelah era Roman dan Syeikh, persaingan menjadi semakin ketat karena tidak hanya big three, namun sudah menjadi big five MU, City, Chelsea, Arsenal dan Liverpool. Pun dua klub terakhir sudah nyaris 10 tahun ini puasa gelar domestic selain piala kasta kelas dua.
Jadi, masih pantaskah kalian membully MU?
Ataukah cibiran kalian hanya karena rasa iri atas prestasi?





*20 menit setelah kekalahan MU atas Chelsea, Minggu (23/10)
Share:
Read More