, , , ,

Bakso President Yang Tak Segemerlap Nama Besarnya


Para pelintas rel dan eks bioskop President 
PERTAMA kali mendengar nama Bakso President, hasrat langsung tergugah karena sepertinya tak lengkap jika mengunjungi Malang namun tak mampir berburu kuliner di sini. Pokoknya yang sebutannya bakso atau mie ayam, selalu dapat membangkitkan selera makan saya, sehabis makan apapun itu.
Apalagi jika menu kuliner itu, khas di suatu daerah tujuan. Pastilah dengan semangat membara, sesulit bagaimanapun, harus didapatkan dan dicoba. Sukur-sukur cocok dan balik lagi.
Tapi eh tapi...demi melihat background saya sebagai penyuka bakso, sebenarnya saya cukup kecewa dengan Bakso President ini. Rasa dan taste-nya sama sekali tidak setenar namanya. Eh tapi ini pribadi lo ya, karena pendapat tentang citarasa kuliner itu sangat subyektif, beda lidah beda pendapat.
Eh tapi juga, bukan ini yang hendak saya sampaikan dengan membahasnya lebih dalam. Namun bagaimana kekuatan sosial media dewasa ini telah mampu menjungkirbalikkan kondisi dari sebelumnya. Agak berat memang bahasa saya, maklum seminggu ini saya belum ketemu mie ayam hahaha.


Jadi begini, sepulang dari makan Bakso President, saya ketemu dengan driver ojol yang ternyata selera lidahnya sama. Ia bahkan merekomendasikan tempat lain yang katanya jauh lebih enak. Ya bukan terus saya buru kesana, tapi cukup menangkap apa yang ingin disampaikannya.
Bahwa dalam telaah awamnya, nama Bakso President bisa setenar ini karena imbas dari media sosial. Promo yang berlebih, campaign PR dari pihak ketiga yakni para tamu dari luar kota ini, mau tidak mau telah melambungkan nama bakso yang telah ada sejak tahun 1977 ini.
Memulai 'karier' sebagai tukang bakso kelilingan, Abah Sugito baru membuka warung sederhana lima tahun kemudian. Berada di belakang Bioskop President Malang, diambilah nama Bakso President yang terus melegenda hingga kini. Dan bahkan meski bioskopnya sudah berubah bentuk menjadi pusat perbelanjaan, nama Bakso President tetap melekat dan jadi buruan para wisatawan yang datang ke Malang.




Tapi ya itu, sekedar menjawab rasa penasaran. Begitu sudah mencoba, berfoto dengan latar belakang tulisan gede di atap warung serta berlatar depan rel kereta api, ya sudah...saya sendiri tak punya keinginan kembali ke sana. Setidaknya saya pernah makan, duduk, memotret dan mencicipi menunya yang sepertinya semakin kaya dengan ragam pilihan.
Tidak...tidak. Saya tidak sama sekali tidak ingin anda pergi ke Malang lalu urung mencicipi bakso ini. Saya juga tidak akan memberi rating rendah pada citarasanya. Cobalah dulu, rasakan sensasi kuliner legenda ini.
Saya sekali lagi hanya ingin mengungkapkan tentang bagaimana kekuatan media telah mengangkat suatu hal yang biasa-biasa saja menjadi extra ordinary dan menjadi buruan para wisatawan.
Langkah ini tentunya bisa ditiru oleh banyak penyedia jasa kuliner lainnya. Pemula maupun yang sudah mapan. Jadi memang harus disadari, betapa besar kekuatan medsos di era sekarang ini selain tentu saja promosi dari mulut ke mulut. Bagaimana google telah merubah tatanan wajah dunia menjadi hanya dalam genggaman tangan dan pencetan jempol.
Cuma ya jangan lupakan perjuangan berat Abah Sugito bisa bertahan 40 tahun terakhir, tentu juga hasil doa dan upaya keras. Apa yang terlihat saat ini, mungkin juga berkat tirakat kuat, keringat serta darah yang berdarah-darah (gimana sih kalimat ini).
Yang pasti, jika punya keinginan dan mimpi-mimpi, kita pantas memperjuangkannya, sekuat tenaga dan doa yang bisa kita puja untuk-Nya. Tulisan inipun ditujukan untuk dinikmati, tanpa men-judge apapun karena toh faktanya saya juga mempromosikan Bakso President di blog saya sebagai bagian dari trip ke Malang Juli 2018 lalu :D.
Ah jadi laper lagi...bakso apa mie ayam nih enaknya gaes??

Slow speednya kurang joss nih karena terburu-buru

Share:
Read More
, , , , ,

Baobab Safari Resort: Sensasi Menginap dan Bermain Bersama Satwa

Tampilan resepsion dengan logo pohon dari leher jerapah...Baobab
MENGINAP di hotel, bagi saya adalah pemborosan. Apalagi saya itu senenge cuma tidur, bayar mahal-mahal kalau tidak untuk tidur buat apa? haha. Tapi perasaan itu sirna seiring dengan pengalaman menginap di Baobab Safari Resort di kawasan Taman Safari II Prigen di Pasuruan sono.
Bagaimana tidak? Di sini, kita tidak hanya akan bisa tidur dengan nyenyak, makan enak serta lokasi yang nyaman, namun juga akan dapat pengalaman berbeda. Pasalnya, karena menjadi satu area dengan Taman Safari, kita akan mendapat special experience yang tidak diperoleh di hotel lain.
Apa itu? Kasih makan satwa liar. Ya, karena area hotel menjadi satu dengan area taman safari, di hotel ini juga terdapat beberapa satwa. Di antaranya rusa, jerapah, badak dan zebra. Beberapa hewan omnivora bahkan bergaul bebas (bukan pergaulan bebas lo ya), satu sama lain di taman yang disediakan.

View Gunung Arjuna dan satwa liar 
Nah jika tertarik memberi makan satwa, bergabunglah dengan crew setiap jam 08.00, 10.00 dan 16.00. Dengan memberi donasi untuk konservasi terhadap satwa, pengunjung dan tamu bebas memberi makan makanan yang disediakan serta berfoto secara bergantian.
Di stage yang sudah disediakan, Jeri si jerapah akan dengan serta menyamperi kita. Sepertinya ia sudah paham jam makannya. Bersama dengan si Reva, koleganya sesama jerapah, pengunjung bergantian memberi wortel atau rumput segar. Eh itu nama samaran lo ya, jangan dibocorkan, nanti keluarga mereka malu hahaha
Tentu saja ini menjadi sasaran empuk anak-anak dan mak-mak narsis yang ingin berfoto dengan satwa ini. Termasuk mbak bojo tentu saja hahaha (berharap ia tidak membaca tulisan ini ya).

Mak mak narsis...dicium Jeri lo :D
Eh sebelum memberi makan Jeri dan Reva, sempetin dulu sarapan dan berenang di kolam yang asoooy. Berada di kaki Gunung Arjuna, viewnya sungguh menggoda dengan settingan resto dan pool yang menghadap langsung ke area gunung dan alam terbuka tempat satwa berkeliaran.
Jadi kalau mau berenang sambil sesekali mencuri pandang ke leher Jeri yang jenjang, bisa kok. Tinggal membidik view vinder kamera dan jepret...jadi deh foto indah dengan background hewan-hewan cantik ini.
Tapi kalau mau hanya malas-malasan di kamar, boleh juga. View gunung serta area taman dan para satwa yang berkeliaran di bawah, masih bisa kita saksikan.

Ngopi di hadapan sabana dan Gunung Arjuna ben sejajar gantengnya
Nah yang spesial lagi, setiap akhir pekan ada story telling untuk anak-anak. Tentu saja temanya tentang dunia fauna lo ya, bukan tentang Thanos yang nggapleki itu hehe. Setelah itu pada pukul 21.00 akan dilanjutkan dengan safari night menyusur Taman Safari selama 30 menit untuk melihat kehidupan malam para binatang. Ya tentu saja kehidupan malam mereka berada di hutan dan bukan di lounge, jadi harus sedia pakaian yang mumpuni untuk menjelajah hutan ya.
Menarik pula melihat dresscode awak hotel. Mereka mengenakan baju berwarna coklat serta sebagian pakai topi rimba. Ya layaknya penjaga hutan gitu deh.
Jadi, tak ada salahnya mengagendakan acara piknik kluarga anda ke sini ya. Kayaknya bakal jadi jaminan anak-anak menyukainya dan meninggalkan berkas sejarah positif di benak mereka.

Tipe deluxe savana nih gaess
Eh iya, jika kamu ingin sekalian harga paket kunjungan ke Taman Safari Prigen, ada juga kok. Cukup membayar Rp800 ribu hingga Rp1,6 juta untuk harga kamar, dimana sebagian sudah termasuk harga tiket masuk Taman Safari Prigen. Bahkan ada juga paket untuk harga kamar dan berenang bersama lumba-lumba selama 30 menit lo.
Menariknya kalu beli tiket Taman Safari II di Baobab, kita bisa main dua hari berturut-turut ke Taman Safari. Jadi misal kita cek ini Sabtu pagi, sudah bisa masuk ke area taman dan 'memburu' satwa di sana. Lalu malamnya menginap, Minggu siangnya kita masih bisa masuk lagi tanpa harus membayar tiket Taman Safari. Menarik bukan? Yuk ajak aku lagi ke sana...:D
Bagian lain tentang perjalanan di Taman Safari, nanti aku ceritakan lagi...

Anak-anak pasti suka bermain dan belajar satwa

Menunggu dibidik lensa nih...

As usual...narsis duyuuuu

Ada juga yang sekali nyemplung kolam langsung kedinginan brrrrrrr

Baca juga: http://www.guswahidunited.id/2018/07/menikmati-harmoni-alam-di-curug-sewu.html
Share:
Read More
, , , , ,

Menikmati Harmoni Alam di Curug Sewu


Curug Sewu, Obyek Wisata Air Terjun Andalan Kendal
SAAT mendapat undangan dari teman-teman Forum Komunikasi Desa Wisata untuk mengikuti kegiatan mereka di Desa Curug Sewu, Patean, Kendal, Jumat-Sabtu (29-30 Juni) tidak ada kata lain selain mengiyakan. Tidak saja karena akan banyak ilmu, relasi dengan para pegiat desa wisata hingga piknik gratis.
Gratis?? Ya tidak juga sebenarnya, wong ya harus menuju ke lokasi dengan biasa sendiri. Namun setidaknya, penyediaan akomodasi dan homestay untuk menginap serta makan selama di sana, tentu sangat membantu bagi blogger berkantong tipis seperti saya. (inget, kantongnya ya yang tipis, isinya ya sama saja ahahaha). Apalagi selalu ada embel-embel masuk destinasi wisata juga gratis...ahahahahahaiii.
Tapi lebih dari itu, sebagai petani konten, tentu ada tujuan lain dong. Yap tentu...memanen konten untuk kemudian dipajang di instagram. Jarang-jarang kan bisa piknik bareng gini bersama rekan blogger lain. Sekalian silaturahmi juga dapat saling memanfaatkan jasa memotret satu sama lain hehe
*
Sayangnya, karena mendapat amanah mengurus darah rekan di PMI, saya baru bisa berangkat jam 17.00. Memilih jalur Semarang-Boja baru ke Patean, saya membayangkan akan melewati banyak hutan dan sepi. Rute ini saya pilih karena sepertinya lebih dekat daripada harus lewat Kendal-Weleri baru ke Patean.
Apalagi saya ingin banget naik motor ke sana. Agak was-was memang karena saya pikir jalurnya hutan dan sepi manusia. Kalau setan sih saya gak takut, tapi kalau setan yang wujudnya manusia kayak begal yang di tipi-tipi, baru saya keder.

Sok sokan jadi rider...lama gak touring sih
Alhamdulilah sih, saya sampai di Balai Desa Curug Sewu dengan aman, lancar dan utuh. Belasan tahun silam, saya pernah melintasi rute ini dan masih sangat sepi, masih sangat banyak bidang-bidang tanah kosong yang hanya dimanfaatkan untuk kebun (kalau gak bisa dibilang hutan ya), jadi sangat sueppii. Namun ternyata, jalur Boja-Singorojo-Patean, kini sudah mulus beton, ramai dan aman. Rekomended lah pokoke.
Dan ternyata (baru saya ketahui di perjalanan pulang siang harinya), kebun cengkeh yang sangat indah terpapar di kanan kiri. Ini sangat indah gaes, beda banget dengan pemandangan gedung dan rumah-rumah elit (ekonomi sulit :D layaknya pemandangan di kota). Selain itu ada juga beberapa petak kebun jati serta beberapa sungai yang mengalir yang masih cukup jernih di antaranya Kali Bodri yang kalau kita lewati di kawasan Kendal, warnanya sudah brubah jadi coklat kayak seragam Pramuka kumel.
*
Karena sampai sudah malam, saya melewatkan suguhan welcome dance Tong Tong Tek yang dipersembahkan rekan-rekan Deswita Permata Bukit Kendeng (PBK) sebagai pengelola deswita di sini. Suguhan opor ayam menjadi pemikat perut yang sudah berkolaborasi dengan harmoni EDM-nya The Chainsmoker tapi yang ini lebih ngawur karena tingkat lapar yang tak terbendung.
Usai berdiskusi dengan pengurus dan anggota FK Deswita (yang berdikusi mereka lo ya, saya kan bukan pengurus, jadi cuma nonton saja), diperoleh kesimpulan bahwa pengelola Deswita bukanlah pengelola obyek wisata. Pasalnya jika pengelola obyek, mereka wajib menjual tiket masuk.
Sedangkan pengelola deswita, dituntut mampu menawarkan paket-paket wisata yang menjual potensi di desanya masing-masing. Ya bisa destinasi atau atraksi. Jadi pengelola deswita sangat dituntut kreativitasnya dalam mengolah paket-paket wisata ini.

Pengelola Deswita harus kreatif yeaayy

Lalu sekira jam 23.00, kami belum kembali ke homestay karena masih ada suguhan reog dari Bujang Ganom. Uniknya, di sini terjadi kesurupan massal. Ada belasan pemuda yang tiba-tiba trance, padahal beberapa menit sebelumnya saya masih asyik motret bloodmoon.
Uniknya, mereka dapat diajak berkomunikasi. Diajak bercanda juga bisa lo. Inilah bedanya reog di Curug Sewu dan di tempat lain.
Bedanya lagi, mereka tidak dapat menulari kesurupan ke orang lain selain anggota mereka sendiri. Pasalnya untuk dapat dimasuki roh halus, mereka wajib menjalani ritual tertentu serta membuka cakra diri termasuk puasa mutih 40 hari dan tidak boleh melakukan mo-li-mo (main/judi, madon/berzina, maling/mencuri, minum/mabuk dan madat/narkoba).
"Jadi tidak sembarang orang. Dan yang kami undang untuk merasuki adalah danyang kampung sini bukan setan. Ini adalah roh putih bukan roh hitam, jadi mereka yang kesurupan masih bisa diajak berkomunikasi bahkan ada yang dapat membaca al Quran dengan baik," terang sesepuh Bujang Ganom, Pak Teguh.

*
Penampilan Bujang Ganom belum paripurna, namun sebagian peserta sudah kembali ke homestay untuk beristirahat. Apalagi jam 04.00, kami sudah harus standby untuk memburu sunrise di salah satu spot unggulan deswita ini. Tapi karena menarik, saya, Anji dan Arsenta masih terus bertahan sampai bubar.
Padahal di antara kami belum tahu dimana kami akan stay malam ini haha...tapi karena suguhan menarik ini, kami rela harus mencari homestay paling belakangan. Dan terbukti, kami baru masuk rumah sekitar jam 01.00. Beruntung pemilik rumah yakni pak Supriyanto ternyata juga pengurus Deswita PBK yang juga sekaligus Kadus di sini. Jadilah kami ngobrol panjang kali lebar sama dengan luas hingga pukul 03.00. Cukuplah setengah jam untuk memejamkan mata lalu berburu sunrise.
Oh ya gaes, satu hal yang kami alami di sini di sepanjang malam itu adalah angin yang terus berhembus. Hawanya memang tidak dingin, namun angin yang menghembus terus menerus membuat hawa menjadi lebih dingin.
Sebelum mencapai bukit, kita akan melintasi perkampungan warga Aceh di desa ini. Saat ini masih ada 13 KK yang bermukim di sana. Mereka pindah dan ditampung Pemkab Kendal sejak saat GAM masih merajalela di sana.

Kampung Aceh di Curug Sewu

Kondisi ini masih berlangsung ketika kami harus berjalan kaki kurang lebih 10 menit menuju Bukit PBK. Angin terus menghembus dengan cukup kencang hingga kami menggigil ketika harus menunggu Mentari (bukan anak gadis tetangga lo ya) di bawah joglo yang terbuka kanan kirinya.
Sayangnya, matahari sepertinya kurang bersahabat. Hingga 06.30 ia masih malu menampakkan jelitanya. Tapi ya tetap harus dimanfaatkan moment ini meski warnanya sudah tak lagi keemasan, kan ya eman-eman kalau tidak mengeluarkan jurus pamungkas si Fuji X-A2.
Dari sini, akan terlihat Laut Jawa dan pesisirnya di sisi utara. Di sebelah timur, Kota Semarang nampak gemerlap meski kecil-kecil, sementara di selatan kegagahan Gunung Ungaran masih dominan dibanding Merbabu dan Merapi (ya iyalah secara ia berada di depannya jika dilihat dari sudut ini).




Di bukit ini, sudah terdapat beberapa gazebo dan spot selfie. Cukuplah untuk menambah daya pikat Deswita PBK selain obyek utama air terjun Curug Sewu yang akan kami kunjungi siang harinya. Jadinya, saya memilih memotret biji kopi yang keemasan dan juga bunganya yang harum seperti kembang melati.
Dan ketika mengunjungi obyek Wisata Curug Sewu, saya baru tahu kalau obyek ini dikelola oleh Pemkab Kendal. Sementara untuk air terjunnya berada di wilayah milik Perhutani. Alhasil, pengunjung harus membayar dua kali jika hendak melihat dari dekat air terjun tersebut.
Secara penataan, obyeknya sudah cukup baik. Sayang sampah masih menjadi kendala terbesar wisata di negeri ini. Kesadaran untuk membuang atau bahkan memanfaatkan sampah, masih minim. Ini juga jadi bahan evaluasi kok bagi pribadi saya, ya kayak bercermin gitu lah.
Jadi, apapun sebaiknya kita kelola sendiri sampah-sampah kita terutama sampah plastik mengingat masih minimnya pemanfaatan sampah. Tapi apa ya kita harus membawa pulang sampah plastik hasil piknik? Kalau kamu gimana?

Saya pilih bawa tumbler owk


Baca juga: http://www.guswahidunited.id/2018/02/menelusur-jejak-merbab-merapi-di-dewi.html
 

Share:
Read More