, , , ,

Mengunjungi Saudara Kembar Semarang-Palembang



Bawa keranjang membeli belimbing
Selamat datang di Palembang bersama Citilink

Semarang

Ah, tentu tidak ada yang meragukan sapaan pantun semacam itu saat naik pesawat. Memang tiada lain dan bukan, itulah Citilink yang selalu menyapa penumpangnya sesaat setelah mereka duduk rapi di kabin.

Tapi mengapa Palembang? Ya karena mulai Minggu (29/10) kemarin, operator penerbangan terbaik ini mulai membuka rute baru Semarang-Palembang. Dan asyiknya, saya bersama pengurus Badan Promosi Pariwisata Kota Semarang (BP2KS), Ketua TP PKK Kota Semarang Krisseptiana Hendrar Prihadi, Kadisbudpar Masdiana Safitri dan jajarannya, Ketua Kadin Arnas Agung Andrarasmara, Asperapi Jateng yang diwakili Alamsyah Djaynurdin, perwakilan UMKM bu Ratna dan Ketua Drone Semarang Community Widhi Renova berkesempatan menjalan terbang perdana rute tersebut.

Istimewa tentu saja. Karena kami berkesempatan mencoba rute baru sekaligus melakukan famtrip serta kunjungan dan kerjasama dengan Badan Promosi Pariwisata Kota Palembang (BP2KP). Dan terbukti, sejak pertama sampai di Bandara Ahmad Yani-pun, sambutan istimewa sudah kami dapatkan.

Disambut langsung oleh Dirut Citylink Juliandra Nurtjahjo dan Ariwibowo Setio Yuliawan (Distrik Sales Manager Semarang) yang juga mempersilahkan kami untuk singgah di lounge sekaligus menunggu waktu penerbangan. Pun demikian sesaat kami duduk di dalam pesawat, sapa akrab melalui microphone disampaikan pramugari layaknya kami tamu kebesaran sehingga seluruh penumpang ikut mengenal kami.

Istimewanya lagi, penerbangan perdana ini sudah mencapai hampir 90 load factor, atau hampir semua kursi duduk terisi. Padahal ini penerbangan perdana lo men…bayangin prospek ke depannya, pasti rute ini semakin ramai.

Palembang Hari Pertama

Dan sekali lagi saat menjejakkan roda pesawat di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, sambutan istimewa lagi-lagi diberikan. Badan pesawat langsung disiram air oleh mobil damkar sebagai ucapan sambutan.

Tidak itu saja. Pilot Capt Bobby Naijimi yang membawa kami selamat di penerbangan pertama ini, menjadi orang pertama yang menerima pengalungan bunga disambung bu Tia lalu bu Benita sebagai Ketua BP2KS.
Pendaratan perdana Citilink rute Semarang-Palembang di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II
Usai berfoto bersama di landasan, perjalanan langsung dilanjutkan ke pusat produksi pempek- Beringin. Kabarnya, versi istri saya, ini adalah pempek paling enak. Saya sendiri tidak merasa terlalu istimewa karena bagi saya semua pempek rasanya sama, apalagi sejak pagi saya belum sarapan aka belum kemasukan nasi hehe.

Next destination, rombongan yang berjumlah 20 orang menuju Fikri Collection, pengusaha songket yang konon terbaik di kota ini. Terbukti sih, harga dan kualitas kain di sini nomer wahid, bahkan ada kain yang ditawarkan dengan harga Rp4 juta, sebuah harga yang fantastis bagi saya. Alhasil, saya cuma rela melihat dan foto-foto saja di sana haha.
Kain yang itu 4 juta sob, gemeter aku menyentuhnya.

Beranjak dari sini, dari jadwal yang disampaikan sebenarnya kami harus menuju Hotel Arista berbintang 5 terbaik in town. Namun demi melihat kemacetan kota ini akibat adanya pembangunan LRT (Light Rapid Train) dari bandara hingga Jakabaring, jadwal diubah sehingga kami langsung makan malam di Kampung Kapitan di sisi Sungai Musi. Akibatnya memang luar biasa karena kemacetan terjadi di sana-sini, imbas wajar dari sebuah pembangunan demi persiapan menuju tuan rumah Asian Games 2018 mendatang.

Sangat menarik makan di sini. Kami harus melintas menggunakan perahu dari dermaga di seberang sungai dimana ini sangat menghemat waktu karena jarak tempuhnya hanya sekitar 5 menit. Sayangnya, bu Tia merasa enggan naik perahu sehingga memilih tetap menggunakan untuk menuju resto di sisi Jembatan Ampera tersebut.

Kesempatan menunggu bu Tia dan hidangan siap, kami gunakan waktu untuk berfoto ria dengan latar belakang Jembatan Ampera. Sekilas, jembatan ini mirip jembatan Golden Gate di San Fransisco. Apalagi saat malam mulai menjelang, tata lampu yang apik membuatnya semakin terlihat megah, membuat foto-foto kami juga semakin indah.
Golden Gate eh Ampera Bridge

BP2KS
Jadi jujur, selain kehadiran LRT, jembatan ini juga membuat saya iri akan Palembang. Selebihnya, saya pikir Semarang dan Palembang memiliki banyak kesamaan di antaranya merupakan jalur sutra perdagangan Cina, pernah disinggahi Cheng Ho serta banyak budaya akulturasi di kedua kota tersebut.

Palembang Hari Kedua

Nyenyak tidur saya selain karena nyamannya kamar Hotel Arista yang katanya merupakan langganan tempat nginap Presiden Jokowi setiap ke Palembang, terganggu dengan dering telepon dan sahut bersahut pesan di WA yang meminta semua anggota grup berkumpul di lobi. Jam 09.00, rencananya rombongan kami akan diterima Ibu Ketua PKK Palembang sekaligus istri pak wali Hj Selviana Harnojoyo.

Sayangnya, tidak ada smoking area di resto hotel sehingga aktivitas rutin saya nyeruput kopi dan udud di pagi hari, cukup terganggu. Pasrah bersama rombongan menuju rumah dinas walikota, alhamdulilah saya menemukan kopi di sana dan tentu saja…udud di pojokan hahaha.

Diterima dengan hangat oleh bu Selvi dan jajaran PKK, dilakukan pula penandatanganan naskah kerjasama BP2KS dan BP2KP yang dilakukan Benita Eka Arijani dengan sekretaris BP2KP Sholahuddin Arsyad. Berharap, kerjasama ini segera terealisir sehingga kedua kota semakin dapat menikmati ‘potongan kue’ wisatawan manca dan domestic yang ke Indonesia.

Suguhan pempek dan tekwan, menjadi pelengkap pertemuan. Lagi-lagi, semuanya langsung saya sikat bersama-sama Distrik Sales Manajer Citilink Palembang Bachtiar Setyawan.

Berlanjut dengan agenda makan siang di Riverside, resto ini letaknya berseberangan dengan resto Kampung Kapitan. Jadi keduanya sama-sama berlatar belakang Jembatan Ampera, namun di sisi yang berbeda. Tapi tetap sama kok untuk ditaklukkan fotonya (halah nggaya).

Kunjungan terakhir kami adalah ke Jakabaring Sport Centre yang nantinya akan menjadi venue utama Asian Games di 18-8-18 mendatang. Di area seluas 300 hektar lebih ini, telah disediakan 12 venue olahraga termasuk mess atlet.

Mengunjungi Stadion Jakabaring yang memang keren, diteruskan menengok danau buatan di depan venue menembak, bersama Presdir Jakabaring Sport City Esti Adnan. Namun kami tak bisa berlama-lama karena pesawat sudah menunggu di bandara. Begitupun tulisan ini tak bisa berpanjang-panjang lagi karena kemacetan sudah melanda sehingga sebagian dari kami harus nekat menyingkirkan beton pembatas agar bisa memutar demi mengejar waktu boarding.

Alhasil, kini kami sudah di rumah masing-masing dengan berbagai kenangan dan persiapan kerjasama yang lebih spesifik. Perjuangan belum berakhir gaes, pramugari Citilink yang caem, Sheila, sudah berujar…

Pergi ke Palembang membeli belimbing, sekeranjang buah berwarna putih.
Selamat datang di Semarang bersama Citilink, sekian dan terima kasih.
Share:
Read More
, , , ,

Sing Penting Semarang



Suasana Gathering Media sambut show Earth Wind & Fire

JUDUL di atas bukan sekedar ala kadar. Sing penting Semarang (yang penting adalah Semarang), bukan semata-mata judul tapi juga jalan dan pilihan hidup saya dalam koridor berkontribusi untuk kota ini. Kota tempat saya menemukan Gus Wahid United dan apa arti berkontribusi untuk negeri. Ya minimal kota tempat saya mencari nafkah dan cinta lah haha…
***
Jadi begini ceritanya…alkisah, Rabu malam (25/10) saya diundang untuk menghadiri media gathering Earth, Wind & Fire di GoodFellas Resto. Dari preambule sang pengundang yang disampaikan, ia hanya mengundang untuk wartawan yang dinilai ahli menulis tentang jazz. Dan berangkat dari pengalaman saya mengawal beberapa event jazz di kota ini tujuh tahun terakhir, saya terima undangan ini.
Saya sendiri sama sekali tidak tahu Earth Wind & Fire, baik band maupun lagu-lagunya. Saya hanya tahu, band internasional ini (karena dari luar negeri), pernah manggung di Semarang. Tahunnya kapan, saya juga lupa hehe. Mungkin sekitar 10 tahun lalu lah yak e…
Tapi bukan band jazz yang konon merupakan mahaguru dari dari Bruno Mars tersebut yang ingin saya bahas di tulisan ini. Toh sudah banyak yang dikupas dan lebih paham mengupasnya daripada saya…Bukan. Saya sungguh sangat tercengang mendengar penuturan saat jumpa pers bahwa EWF diundang karena pilihan segmen. Lebih dari itu, event ini bahkan bukan acara untuk mencari laba layaknya perhelatan yang mengundang artis papan atas.
“Tak BEP (Break Event Point)-pun tak apa yang penting nama Semarang terangkat semakin tinggi,” kata Billy Dahlan, Direksi Dafam Group.
Saya menjadi mahfum. Keinginan Billy, Wijaya (adik Billy) dan Dafam yang merupakan perusahaan local adalah untuk menasionalkan Semarang. Mereka berupaya mensejajarkan kota ini dengan kota-kota metropolitan lainnya di Indonesia yang sudah menjadi langganan artis internasional manggung.
Memberikan tontotan berkelas, bermutu dan berkualitas sekaligus melambungkan nama Semarang, adalah tujuan utama. Saya bahkan tidak peduli jika mereka memiliki maksud lain termasuk salah satunya adalah hendak membawa Dafam Group sebagai perusahaan terbuka yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek. I don’t care.
Yang saya sangat ketahui, duo Billy dan Wijaya, ingin membawa Semarang sejajar. Motivasi mereka menghadirkan artis internasional di kota yang tengah berbenah infrastruktur, pariwisata dan investasinya di bawah kendali Walikota Hendrar Prihadi, sejalan dengan pola pikir saya tentang kontribusi untuk kota ini.
Lebih dari itu, Dafam lahir dari Semarang. Ditunjang dengan dirijen sekelas Andhy Irawan (sahabat lama saya sejak dari Santika Group), Dafam Group tumbuh semakin besar dan berjaya. Sebuah perusahaan local yang kini telah menasional. Makanya sangat membanggakan mengenal orang-orang yang memiliki pola pikir sama dengan saya, gilak dan siap berkontribusi demi sebuah kotanya.
Patut dicatat, nama Andhy Irawan yang kini ada di pucuk pimpinan manajemen Dafam Hotels, adalah salah satu guru dan mentor kegilaan, kreativitas serta seluruh entitas kontribusi saya selama ini. nama lainnya adalah Benk Mintosih dimana keduanya selalu menggaung dalam benak agar saya ‘mengikuti’ jejak mereka menjadi ‘orang besar’ dengan jalan yang saya ciptakan sendiri tentu saja.
Sekali yang ingin saya tegaskan, jelas ini bukan tulisan berbayar selain dibayar dengan rasa persahabatan dan kebersamaan serta sinergi untuk membangun dan mengembangkan Semarang lebih dari sekarang ini. Jadi saya pastikan, dengan jalan apapun serta siapapun yang searah dengan saya untuk berkontribusi bagi Semarang, adalah sahabat saya, partner sekaligus mitra.
Jadi, apakah kalian juga mitra saya gaes? I hope so (pake inggris biar kliatan kids jaman now)
Orang-orang gilak yang hendak membawa Semarang melambung layaknya kota metropolitan lain di Indonesia. Salute...


Share:
Read More