, , , , ,

Tahu Pong Yang Nikmatnya Tidak Zonk

Penampakan Tahu Pong yang legendaris

BERBURU kuliner khas di satu daerah, sepertinya sudah menjadi tren berwisata. Tidak saja sekedar mengobati geliat cacing perut yang kelaparan, namun sekaligus mencicipi citarasa yang hanya ada di daerah tersebut.
Begitu pula Semarang. Sebagai salah satu kota dengan umur yang cukup tua, Jekagang (nama Semarangan layaknya Dagadu yang berarti Matamu) memiliki buanyak menu-menu kuliner khas. Tapi karena saking banyaknya, gak mau klo tak sebut satu-satu. Bisa sampe Subuh nanti ngetiknya...
Dan Minggu sore, tetiba rekan saya si blogger handal Nia Nurdiansyah ditelepon untuk diajak makan makanan khas Semarang. Terpikir langsung untuk menuju kawasan Depok (yang punya Depok tidak hanya Jakarta dan Betawi saje ye), karena kebetulan Nia langsung mengajak saya beserta Isul (Ira Sulistiana).
Di sana ada warung kaki lima yang menawarkan Tahu Pong. Dulu sih pernah juga liputan di sini waktu masih jaya sebagai wartawan kuliner, tapi itu dulu...jauh sebelum saya menobatkan diri sebagai wartawan blogger haha.
Menariknya warung yang kini dikelola generasi ketiga ini adalah gerobak dan porselen yang sudah bertahan sejak generasi pertama. Padahal, warung ini lahir di tahun 1950 (bahkan nama saya-pun belum digagas oleh calon orang tua saya waktu haha. Ya iya, wong mereka juga belum lahir owk).
Gerobak dorong untuk berjualan, masih dipertahankan hingga saat ini. Hanya warna dan cat-nya saja yang diganti dan diperbaharui agar lebih kekininan dan bisa dibilang jaman now. Begitu pula dengan vas porselen untuk tempat kecap, juga masih sama dengan saat berjualan pertama kali 68 tahun lalu.
Swear ini bukan mengada-ada atau lebay bin alay untuk menaikkan rating tulisan. Nia dan Isul yang ikut nemenin Kang Pria Ramadhani makan, ikut terbelalak. Tapi ya tentu saja dicuci usai digunakan dong hehe

Dua dua usianya dua kali umur kita tuh haha

Tahu Pong menurut sejarahnya, adalah makanan peranakan. Artinya, ia lahir dari percampuran dua budaya atau lebih. Yang jelas ada perpaduan budaya Tionghoa dan Jawa dan ada di Semarang karena faktanya, tidak ada tahu pong di kota lain meski warga Tionghoa kan juga tidak hanya di Semarang namun juga ada di daerah lain.
Bumbunya ternyata sederhana lo. Saya yakin, kalianpun bisa membuatnya di rumah kalau ada bahannya haha...
Untuk kuah atau saus, terdiri dari air bawang, kecap dan terasi. Kecapnya sangat istimewa karena hanya ada di Semarang dan bermerk Mirama. Kecap inipun sangat legendaris karena hampir semua warung yang menggunakan kecap di kota ini menggunakannya. Mereka dengan tegas menolak kecap-kecap bermerk ternama yang iklannya terpampang di televisi namun rasanya tidak ngalor ataupun ngulon (kata mereka lo, bukan kata saya).
Tahunya juga tahu biasa yang bisa kita dapatkan di pasar atau supermarket dengan cara membeli. Mungkin kalau tahunya didapatkan dengan cara nyolong, rasanya juga bisa beda lo karena makannya dengan bibir jontor dan gigi tanggal satu haha.
Hanya saja kini telah dikembangkan menu tambahan seperti tahu emplek, gimbal dan juga telur yang semuanya digoreng. Tahu pong sendiri biasanya di dalamnya kopong (kosong), jadi hanya kulit luarnya yang keras dan kenyal untuk kemudian dicocol dengan saus berada manis gurih tadi.
Khasnya lagi, Tahu Pong selalu disertai acar lobak dan bukan acar timun apalagi acar orang lain hihi.
Penasaran? Makanya ke Semarang karena tinggal beberapa saja penjual Tahu Pong ini dan rerata mereka sudah sepuh, sepertinya halnya Bu Sukini yang merupakan generasi ketiga dari Tahu Pong Depok ini.
Yuk ahhh, makan terus kapan ngetiknya eh kebalik

Bu Sukini, generasi ketiga Tahu Pong Depok


,   

Share:

6 komentar:

  1. Sugeng enjaaaangg mas e..

    Eh, sugeng jelang siang ding.
    Enjange kepunjulan 2 jam.

    Tahu pong jik kalah mbe tahu susur, bude tonggo sebelah.
    San soyo ngemile mbe petis kangkung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. cucok...kirim ayam taliwang sinih hahaha

      Hapus
  2. Aku suka deh sama tahu pong,, nggak neko2, sederhana, meski cuma tahu & diguyur kuahnya aja enak, apalagi kalo ditambah2in telor, gimbal, nasi untuk makan. Duh,, baca blog nya mas Wahid bikin laper.

    BalasHapus