, , , , , , , ,

Belajar Melupakan Mantan di Museum RA Kartini

Ngajakin anak-anak belajar mencintai sejarah nih hihi
BUKAN sebuah kesengajaan ketika kami memutuskan mampir ke sini. Awalnya, karena terlalu pagi, cafe tujuan kami belum buka. Daripada hanya menunggu kayak maling ngindarin tukang ronda, pilihan nongkrong sembari cuci mata di alun-alun Jepara, menjadi pilihan terbaik.
Sembari menyeruput kopi yang saya pesan dari pedagang berkaki lebih dari lima, mata tertumbuk pada gapura bertulis Museum RA Kartini. Ah, kenapa juga tidak mampir di sini, siapa tahu ada yang bisa jadi bahan konten. (haha gaya omonganku sudah kayak blogger/influencer femes gak sih?)
Benar saja, hanya dengan tiket Rp3.000 per pengunjung, sudah cukup untuk memanjakan kenangan kita akan seorang RA Kartini. Tokoh pejuang emansipasi yang lahir, besar dan meninggal di Jepara.
Kota ini sendiri adalah sebuah kota yang jauh dari skala besar, bahkan nyaris tak banyak destinasi wisata yang dapat kita lihat. Saya mengenal Jepara hanya karena ukirannya yang mendunia serta sebagai transit sebelum menyeberang ke Pulau Karimunjawa.
Namun sosok Kartini memaksa semua warga Indonesia yang pernah bersekolah, menengoknya. Memalingkan muka sejenak bertanya, dimana letak Jepara.
Oh ya, sesuai namanya, Museum Kartini menyimpan hampir semua peninggalan sang pahlawan. Tentu saja barang-barang yang mampu bertahan lama, seperti furniture, mesin jahit, koleksi keramik serta berbagai foto pribadi putri dari pasangan Bupatri Jepara Raden Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dengan istri pertamanya MA Ngasirah.
Mesin jahit milik Kartini, masih bisa dipakai lo gaes
Di situ Kartini pernah duduk, mungkin sambil baca koran or buku, bukan baca postingan hoax!! 
Selain itu, juga koleksi berbagai surat RA Kartini untuk teman-temannya di luar negeri. Koleksi hasil berkorespondensi dengan teman-temannya itulah yang akhirnya surat-surat tersebut dikumpulkan oleh Abendanon dan diterbitkan sebagai buku dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Lahir di Jepara, 21 April 1879 (pada akhirnya tanggal ini ditetapkan sebagai salah satu tanggal keramat di Indonesia, Kartini adalah wanita yang mempelopori kesetaraan derajat antara wanita dan pria di Indonesia. Hal ini dimulai ketika Kartini merasakan banyaknya diskriminasi yang terjadi antara pria dan wanita pada masa itu, dimana beberapa perempuan sama sekali tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan.

Oh ya, terdapat pula foto-foto kakak kandungnya, yang sebenarnya dapat dikategorikan pula sebagai pahlawan, namun namanya kalah tenar dengan Kartini yakni RMP Sukartono (Kartono). Nama terakhir ini justru lebih dikenal di luar negeri karena merupakan orang pertama dari negeri ini yang kuliah di Belanda sekaligus wartawan pertama Indonesia yang meliput kejadian Perang Dunia I. (aku jadi wartawan 10 tahun aja gak bisa terkenal gini)

Oh ya, satu hal yang cukup menyita perhatian saya adalah keberadaan sebuah ukiran bernama Macan Kurung. Ukiran ini menggambarkan seekor macan yang kakinya dirantai dan berada di dalam kurungan. Menurut ceritera, hal itu merupakan perlambang bahwa pejabat/orang terkenal yang terciderai sehingga harus dipenjara.
Menariknya adalah, ukiran itu dibuat dari satu batang kayu dan bukannya dirangkai antar batang kayu. Tentu saja ini membutuhkan skill tingkat provinsi untuk membuatnya. Saya saja yakin tak akan mampu membuatnya...ya iyalah karena saya bukan ahli ukiran.
Ukiran Macan Kurung dari satu balok kayu, pasti susah banget mbuatnya
Oh ya, museum ini kini sudah lebih baik, sudah tidak lagi singup atau gelap lo. Pasalnya, museum sudah dirombak dengan melibatkan konsultan ternama dari luar negeri untuk merombak tata penataan serta interior gedung. Alhasil, kini Museum Kartini sudah lebih nyaman dan cukup recommended untuk dikunjungi sembari tentunya belajar dan mengenang masa lalu (bukan masa bersama mantan yang kebanyakan micin itu)

Nyaman, keren dan tidak singup...
Eh ada satu lagi. Di gedung satunya, ada kerangka ikan purba raksasa. Kenapa dikatakan purba? Karena ikan ini memiliki gading laksana gajah dan ditemukan mati terdampar di pesisir pantai Jepara pada 1911. Meski mati, namun daging ikan dengan panjang 16 meter, lebar 4 meter dan tinggi 2 meter dengan berat 6 ton ini masih ada saat ditemukan nelayan di pesisir Pulau Karimunjawa pada tahun 1989.  


Ini nih kerangka ikan paus gajah yang diberi nama Joko Tuo
Nah makanya, daripada hanya memikirkan mantan dan segala kenangan, mending belajar sejarah, siapa tahu keluar di ujian hidup...
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar